10 April 2014

Sore Sederhanamu

Menatap buku-buku usang yang tergeletak di pojok kamar kosan, lemari baju yang sedikit terbuka dan foto-foto keluargaku yang tertata rapi didalam bingkai. Hari sudah sore ketika aku pulang dari rutinitasku, entah apa yang aku kerjakan akhir-akhir ini. Biasanya setiap hari selalu pulang malam, sekitar jam 1 atau jam 2 dinihari, tetapi ada yang berbeda dengan hari ini. Aku pulang ke tempat biasa aku tertidur ketika hari masih sore, bisa dibilang menjelang senja.



Agak aneh memang, aku yang biasa melihat terangnya malam dengan lampu kota dan sorot kendaraan, kini melihat dengan jelas indahnya dunia. Anak-anak kecil pulang dari madrasah, ibu-ibu bersenda gurau diujung gang komplek sambil mengajak main anak-anak kecil mereka. Dilapangan dekat kosanku, banyak anak-anak sudah siap bermain bola. Salah satu anak dengan baju kebesarannya, yap sebuah jersey sepakbola bertuliskan bambang pamungkas, bernomor punggung 10. Baju usang yang aku tahu selalu ia pakai setiap sore, berharap akan menjadi sosok yang sudah lama diidolakannya itu. Tidak terbayang akan kebanggan saat memakainya.

“Menyesal saya, melewatkan momen-momen ini” tanpa sadar, tanganku sudah bergerak menuju dispenser untuk menghangatkan air.

Kembali kugali ingatanku saat pulang dari kampus tadi, oh iya aku melihat beberapa penjual makanan sudah bersiap dengan dagangannya. Wajah penuh harap, akan rejeki yang akan mereka peroleh hari ini. Sang suami mendorong gerobak dengan antusias dan si istri menemaninya dengan tulus. Wajah optimis tergambar jelas dikedua muka mereka, tanpa sadar kulihat anak-anak remaja sedang asyik ber-jogging ria menikmati sore yang dingin.

“Sudah berapa tahun aku tidak lari-lari, badan rasanya sudah tambah melar saja” gerutuku dalam hati. Ah sudahlah toh mereka masih muda, ya pantas harus menjaga badan. Tapi, umurku juga belum genap 20 tahun. Tetapi, hanya nikotin dan kafein yang masuk kedalam tubuhku setiap harinya.

Dispenser air sudah panas rupanya, aku menengok ke dapur mencari apa yang akan aku minum sore ini. Di meja dapur masih berserakan bungkus mie serta tumpahan kopiku tadi pagi. “Aah, bosan aku dengan kopimi-kopimi” Aku mencoba mencari lebih detail tiap sudut dapur, dan kutemukan beberapa bungkus teh.
“Jackpot! Tapi, teh tahun kapan ini” kutengok tanggal kadaluarsanya, wah masih lama. Baru aku ingat kalau ternyata ini teh saat terakhir kali ibuku berkunjung, mungkin 3 atau 4 bulan lalu. Tanpa berpikir panjang kubuat teh manis, untuk sekedar menemaniku sore ini.

Soreku sangat sederhana, dengan teh manis dan indahnya awan. Matahari sudah mulai tergelincir ke ufuk barat, dengan gagahnya masih tetap memancarkan sinar. Tehku yang awalnya agak pahit berangsur manis dengan teguk-teguk indah yang aku rasakan. Tanpa sadar aku sudah lupa dengan berbagai masalah yang ada padaku, sederhana sore ini membuaiku aku seakan baru tahu kalau ada sore diantara siang dan malam.

                               



  Pemimpi


Mohammad Arkham Chadiar Jantra

Tidak ada komentar:

Posting Komentar